Allahku Yang Tersembunyi



Beberapa waktu lalu ada seorang yang baru berpindah dari Selatan Taiwan ke Taipei datang ke kantor gereja Trinitas Tapinglin. Saat itu baru pertama kali kami bertemu, karena itu saya memperkenalkan kepadanya tentang situasi gereja paroki ini, waktu misa harian dan misa hari Minggu serta kegiatan-kegiatan lainnya di paroki. Setelah kurang lebih sejam, ia lalu bertanya: "Siapakah pastor paroki di sini?" Ketika saya mengatakan bahwa saya adalah pastor parokinya, ia menyeletuk: "Anda pastor parokinya? Anda tidak nampak seperti seorang imam." Kemudian baru aku tahu kalau di Taiwan kebanyakan imam sudah tua, dan karena itu mereka tak pernah berpikir ada imam yang semuda saya.

Pada kesempatan lain, saya diundang untuk merayakan misa oleh sebuah kelompok rohani. Anggota kelompok ini belum mengenal saya, hanya pernah mendengar nama saya dan pernah kontak lewat telepon. Ketika tiba, ternyata ada sejumlah anggota TKI yang hadir, tentu saja saya lalu bergabung dengan mereka. Dalam percakapan mereka dalam bahasa Mandarin, aku disapa sebagai "buruh" oleh kelompok yang mengundang saya ini. Ketika saya memimpin misa tersebut barulah mereka kaget bahwa sang "buruh" ternyata adalah seorang imam. Oh...kalau seandainya mereka tahu sebelumnya, sikap mereka pasti akan berbeda.

Seorang teman pastor yang bekerja di pegunungan. Setelah beberapa tahun. Ia terbiasa di sana dan membiarkan rambutnya bertumbuh panjang dan kumis yang tak dicukur. Hal ini dibuatnya agar bisa diterima kaum penduduk asli di sana. Suatu saat, saudarinya mengatakan bahwa ia akan datang mengunjungi kakaknya yang pastor itu. Sang pastor sengaja memakai topi, kaca mata hitam, pakaian compang-camping dengan celana yang panjang-pendek, sedangkan sepatunya berkaus di kiri dan yang lainnya tak berkaus. Ia sungguh nampak seperti seorang pengemis di persimpangan jalan. Ketika saudarinya dengan berpakaian bersih indah tiba di depan pintu airport, sang pastor mendekatinya dan berseru: "Apakah engkau datang mencari seseorang seperti aku?" Seketika terdengar teriakan keras dan saudarinya dengan cepat balik berlari. Namun ketika namanya dipanggil, baru ia tahu kalau itu adalah kakak pastornya. Huh...kalau seandainya telah ia ketahui semula, ia tak akan berteriak dan melarikan diri.

Kesempatan lain, sang pastor yang sama mengendarai mobil mengunjungi keluarganya yang berada di tempat yang cukup jauh dari parokinya. Ia juga sengaja berpakaian seperti ketika menjemput saudarinya. Ketika tiba di rumah keluarganya, ia mengetuk pintu. Ketika pintu rumah dibuka, tantenya muncul di depan pintu. "Relakah anda memberikan makanan bagi pengemis yang kelaparan seperti aku ini?" Demikian sang pastor membuka pembicaraan. ¡§Oh...Oh...Tunggu sebentar yah! Hendri...Hendri..." Tantenya kembali mundur sambil memanggil suaminya, setelah itu menutup serta mengunci pintunya, namun lewat pintu belakang sang tante telah melompat pagar untuk melarikan dirinya. Ketika tahu bahwa sang pengemis itu tidak lain adalah kemanakannya, sang tante hanya bisa menahan geli dan sedikit rasa marah. Kalau seandainya sang tante tahu terlebih dahulu bahwa sang pengemis yang ada di hadapannya adalah anggota keluarganya sendiri, maka reaksinya pasti akan lain.

Dalam bacaan Injil hari Minggu Kristus Raja (Matius 25:31-46), Yesus memberikan perumpamaan tentang kambing dan domba. Kepada sang domba akan dilimpahkan kebahagiaan abadi, sedangkan sang kambing mendapat penghukuman kekal. Sesungguhnya perumpamaan ini adalah salah satu dari sejumlah perumpamaan yang begitu terkenal dalam Kitab Suci. Namun walaupun ia begitu terkenal, tak banyak orang menyukai perumpamaan ini. Kita pasti akan merasa ada kehangatan yang begitu dalam ketika mendengar perumpamaan tentang seorang Samaria yang baik hati. Perasaan yang sama akan kita alami bila kita mendengar perumpamaan tentang kembalinya anak yang hilang. Namun perumpamaan tentang domba dan kambing meninggalkan rasa pedih dalam hati kita. Mungkin pengalaman ketika kita menolak untuk memberikan sedekah kepada seorang pengemis yang duduk di pinggir jalan hari kemarin kini datang mengadili diri kita. Kelalaian kita memperhatikan seorang anak terlantar di lorong jalan minggu yang silam mungkin meninggalkan penyesalan yang tak terobati dalam hati kita.

Kisah sang pastor di atas yang ditolak tantenya mungkin menjadi pengalaman kita juga. Kita akan berkata; "Seandainya saya tahu terlebih dahulu bahwa yang duduk di lorong jalan dan sedang mengemis di hari kemarin adalah Yesus, maka sikapku akan lain dan saya akan melakukan sesuatu untukNya." Penyesalan yang sama juga terjadi dalam bacaan Injil di atas. Kalau seandainya mereka tahu bahwa yang berbaring di rumah sakit, bahwa yang tak berpakaian dan telanjang, yang kesepian dan kedinginan itu adalah Yesus sendiri, maka mereka pasti akan telah membantuNya.

Jadi kenyataan di atas mengatakan kepada kita tentang satu kebenaran; Allah kita adalah Allah yang tersembunyi. Mata kita tak mudah melihat kehadiranNya, walau Ia hadir selalu dan senantiasa di hadapan kita setiap hari. Our God is a hidden Lord. Dan...di manakah tempat Ia bersembunyi? Ia tidak bersembunyi di dalam tahta yang indah dan mewah. Ia tidak menyembunyikan diri di tempat di mana ada kenyamanan hidup. Allah kita adalah Allah yang tersembunyi di tengah penderitaan hidup, Ia menyembunyikan diriNya dalam rupa seorang pengemis, Ia menyembunyikan diriNya dalam rupa seorang penyandang lepra. Ia menyembunyikan diriNya dalam diri seorang teman yang mungkin tak mampu menemukan secercah sinar yang menerangi jalan hidupnya. Ia hadir dalam diri mereka yang mungkin sedang dilanda keputus-asaan. Tuhanku adalah Allah yang tersembunyi di tengah berbagai bentuk penderitaan yang dialami umat manusia.

Kita nanti akan dipisah-pisahkan, antara yang masuk jenis domba atau kambing. Pemisahan ini didasarkan pada kemampuan kita untuk melihat kehadiran diri Allah yang tersembunyi ini. Apakah mata kita mampu terbuka dan melihat kehadiranNya? Ketika berhadapan dengan seorang penyandang lepra dengan berbagai bopeng di mukanya, apakah mataku mampu melihat wajah Kristus yang berduri dalam wajahnya tersebut. Ketika aku bertemu seorang yang telanjang, apakah aku mampu melihat diri Yesus yang disobek pakaianNya dan ditelanjangi. Ketika aku berhadapan dengan mereka yang tak memiliki tumpangan, mampukah aku melihat bahwa dalam diri mereka ini aku melihat Yesus yang pernah berkata: "Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya"? (Luk 9:58).

Mari kita berdoa, semoga mata kita terbuka dan mampu melihat bahwa Allah hadir selalu setiap hari di tengah hidup kita secara tersembunyi dalam diri mereka yang menderita.

Tarsis Sigho ¡V Taipei

Share on Google Plus
    Please add Your Comment
    Comment on smileambon